Thursday, July 05, 2012

Usulan Penyusunan Buku Sejarah Perjuangan Pembentukan Kota Palopo


Dari Dialog Refleksi 10 Tahun Kota Palopo (3 Selesai)

Tidak ada yang datang tanpa perjuangan, termasuk menjadikan Kotip Palopo menjadi kota otonom, yang terpisah dari kabupaten induknya, Kabupaten Luwu. Demikian diungkapkan Baharman Supri. 

Laporan : Abd Rauf

Forum Kota, bentukan Andi Cincing Makkasau, yang beranggotakan aktifis pemuda, LSM dan tokoh masyarakat, serta FKPPI. Menjadi organisasi perlawanan dalam melanjutkan perjuangan. Bertempat di Sekretariat FKPPI. Saat itu, demonstrasi bergulir lagi. Massa terus turun ke jalan menuntut pembentukan Kota Palopo. Dari proses panjang itu, Amang Usman dan kawan-kawan, beberapa kali bolak-balik Jakarta-Palopo untuk mengurus pembentukannya. Rintangan demi rintangan yang dihadapi, namun tak ada kata menyerah. Hingga pada 2 Juli 2002, para pejuang baru mendapatkan hasil jeri payahnya. Hal itu ditandai dengan penanda tanganan prasati oleh Depdari kala itu.

Dari dialog itu, terdapat banyak usulan mengenai penyusunan buku tentang sejarah perjuangan secara rinci, mengenai terbentuknya Kota Palopo. Sehingga, generasi berikutnya bisa memahami untuk dilanjutkan perjuangan para endahulu. Terutama Isma, seorang aktifis LSM di kota ini. Dikatannya, perlu ada cerita yang tertulis mengenai perjuangan, suka dan duka, strategi, sumber pendanaan, serta tantangan yang dihadapi para pejuang yang mengawal terbentuknya Kota Palopo. 

Menanggapi hal itu, semua pihak merespon dengan baik, termasuk Syamsul, matan ketua Ipmil, menurutnya buku itu bagusnya dibuat sekaligus menceritakan mengenai sejarah terbentuknya Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur, dan Insya Allah Luwu Tengah, terkait cita-cita pembentukan Provinsi Luwu Raya.

Maksum Runi juga dalam dialog itu,  menceritakan kalau perjuangan seperti itu membutuhkan penyandang dana. "Saat itu, saya memanfaatkan momentum itu, dengan sesekali membiayai pergerakan. Karena saat itu, saya mendampingi Raskin se Luwu Raya, dan ada biaya operasional pendamping Raskin yang saya manfaatkan untuk modal perjuangan," katanya.

Menurut Amang Usman, jika penyusunan buku sejarah pembentukan Kota Palopo, harus melibatkan seluruh aktifis pejuang saat itu. "Terutama H Zirmayanto (sebagai penggagas pertama), Andi Cincing Makkasau, Rusli Pangeran, Rawas Sakti (dikenal sebagai demonstran paling brutal), Baharman Supri, Harla Ratda, Sunandar Latif (penyimpan banyak dokumen), dan masih banyak lagi aktifis lainnya, yang saya tidak ingat semuanya. Termasuk saya, yang mengawal perjuangan dari awal, hingga akhir," ungkapnya.

Usaha para pejuang, akan selalu dikenang sepanjang sejarah Kota Palopo. Semoga generasi selanjutnya mampu berjuang dan mengembang cita-cita pendahulunya. Dirgahayu Kota Palopo yang ke-10. Semoga menjadi kota yang terpandang dan sejahtera. Kota yang maju dan bermartabat. Sapaan kota Idaman benar-benar terwujud. Indah, Damai, Aman, dan Nyaman (Idaman). Semoga!! (*)


read more...

Wednesday, July 04, 2012

Cerita Amang Usman di Balik Perjuangan Pembentukan Kota Palopo


Dari Dialog Refleksi 1o Tahun Kota Palopo (2)

Laporan: Abd Rauf

Bermula dari sepucuk surat yang dikirim lewat fiksimili oleh seorang anggota DPR RI, dalam surat itu tertulis pemberitahuan, kalau kota administratip (Kotip) akan dileburkan menjadi ibu kota biasa kabupaten. Itu berlandaskan dari UU Nomor 22 tentang otonomi daerah kala itu. Dari situlah, H Zirmayanto SH MH berinisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan tokoh pemuda dan LSM, untuk membicarakan nasib Kotip Palopo.

Drs Amang Usman bercerita, kalau yang menjadi inisiator pertama adalah H Zirmayanto, setelah mengadakan pertemuan itu, diadakanlah seminar sehari di SaodanraE, bersama aktifis LSM se Palopo, untuk mengadakan kajian mengenai potensi Kotip Palopo menjadi kota otonom. Hasilnya, Palopo layak mejadi kota otonom.

Pada saat itu, dilakukan mobilisasi massa untuk demonstrasi di depan kantor DPRD Luwu saat itu. Hal yang paling berkesan dari aksi itu, menurut Amang Usman, kalau dirinya terpaksa harus membeli 10 jerigen ballo, dan beras miskin (Raskin) untuk dimakan demonstran, ditanggung alm Mustadir Latif. Setelah melakukan aksi sekitar lima bulan, yang semakin hari, semakin brutal. Kemudian pada aksi terakhir sebelum diplenokan, Amang Usman saat itu yang menjadi pimpinan demonstran, dipanggil menghadap anggota DPRD, Rusli Pangeran. Kala itu, Rusli mengatakan kepada Amang Usman. "Kalau tidak saya plenokan hari senin depan, saya berhenti menjadi anggota dewan. Jadi mudurkan massamu, dan berhenti berdemo," kata Rusli. Lalu saat itulah, massa ditarik mundur.

Lama kemudian, hasil pleno DPRD tidak juga diberikan kepada para pejuang. Sehingga Amang Usman menghubungi Baharman untuk segera mengambilnya. Namun saat itu, belum juga diberikan oleh ketua DPRD, Dr Yahya saat itu. 

Sekira 5 Ramadan, Andi Husain atau Opu Ukka (alm), menelpon Amang Usman mempertanyakan perjuangannya mengawal Kotip Palopo. Saat itulah, Andi Husain berjanji akan mengambil hasil pleno itu. "Jika saya mengambil hasil pleno itu, maka kamu harus mengurusnya ke Jakarta," katanya kepada Amang Usman. 

Kemudian saat itulah, Amang Usman bertemu dengan Andi Husain, Andi Cincing, dan Andi Galih untuk membicarakan pengurusannya ke Jakarta. Namun Amang Usman mengaku tidak ada cukup uang untuk ke Jakarta. Sehingga dirinya menyuruh Joko untuk membuat les-les masuk ke pasar untuk meminta sumbangan dari para pedangang. Setelah terkumpul cukup dana, Amang Usman lalu membeli tiket kapal laut untuk 12 orang ke Jakarta. Namun pada malam pemberangkatan, sejumlah orang LSM tidak sempat ikut. Sehingga hanya sembilan orang yang berangkat. Seperti Amang Usman, Wardi, Joko, Rawas Sakti, Dayat, Mustadir Latief (alm), Ucok (seorang aheng mobil), serta seorang anak dari Amang Usman yang masih SMP kala itu, bernama Aris. Tiga tiket lebihnya dijual murah. Sementara Andi Galih dan Andi Cincing lebih dulu ke Jakarta lewat pesawat.

Berangkat dari Pare-Pare menuju Surabaya. Sesampainya di pelabuhan Surabaya, uang yang dimilikinya tidak cukup untuk sewa kereta api. Sehingga mereka menuju Jakarta lewat mobil bus. Di Jakarta, mereka bersembilan menginap di rumah Andi Cincing. Esoknya, Amang Usman menghadap kepada Depdagri untuk membawa hasil pleno itu. Setelah berbincang-bincang, pihak Depdagri menyuruh kembali melengkapi administrasi persyaratan menjadi kota otonom, Kota Palopo.

Hendak pulang, namun uang di kantong tidak cukup. Untunglah ada bantuan sebanyak 2 juta dari Andi Fahri Laluasa. Juga dari HPA Tenriadjeng, yang menjadi Sekda kala itu. Hal yang paling terkesan saat hendak pulang bagi mereka bersembilan adalah, Aris, anak Amang Usman yang masih berumur 15 tahun, terpaksa harus dimasukkan ke dalam kardus akibat tidak cukupnya uang tiket, dari Surabaya ke Makassar. Aris dimasukkan ke kardus, supaya tidak ketahuan, disimpanlah di belakang kursi mereka.

Sesampai di Pelabuhan Sukarno Hatta Makassar, mereka lagi-lagi kehabisan uang, sehingga terpaksa berpencar untuk mencari sendiri uang untuk kembali ke Palopo. Sepulang dari Jakarta, Andi Cincing kemudian membuat lembaga yang diberi nama Forum Kota. Lembaga itu beranggotakan aktifis pemuda, LSM dan tokoh masyarakat, serta FKPPI. Sekretariatnya bertempat di Sekretariat FKPPI. Dari forum itulah dimulai lagi perjuangan. Saat itu, demonstrasi bergulir lagi. Massa terus turun ke jalan menuntut pembentukan Kota Palopo. Dari proses panjang itu, beberapa kali bolak-balik Jakarta-Palopo untuk mengurus pembentukannya. Rintangan demi rintangan yang dihadapi, namun tak ada kata menyerah. Hingga pada 2 Juli 2002, para pejuang baru mendapatkan hasil jeri payahnya. Hal itu ditandai dengan penanda tanganan prasati oleh Depdari kala itu. (*)




read more...

Tuesday, July 03, 2012

Mengenang Perjuangan Pembentukan Kota Palopo


Dialog Refleksi 10 Tahun Kota Palopo (1)

Laporan: Abd Rauf

KOTA Palopo dahulu disebut Kota Administratip (Kotip) Palopo, merupakan Ibu Kota Kabupaten Luwu. Kota Palopo kini telah menjadi kota otonom. Setelah melewati perjalanan panjang perjuangan menuju kota otonom, banyak menyisakan kenangan tersendiri bagi para pejuangnya. Banyak pahit manis dalam perjuangan itu. Kini yang terpenting bagi generasi sekarang, dan mendatang, bagaimana memperjuangkan Kota Palopo menjadi kota yang maju dan terpandang.

Perjalanan panjang itu, baru membuahkan hasil pada 2 Juli 2002 silam. Ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (Depdagri RI) kala itu. Dengan Walikota Pertama, Drs HPA Tenriadjeng, dan HM Jaya sebagai Sekda pertamanya.

Terbentuknya Kota Palopo dilihat dari banyak pertimbangan, seperti dilihat dari potensi dan letak geografis, serta kondisi wilayah Kotip Palopo yang berada pada Jalur Trans Sulawesi. Selain itu, Palopo juga sebagai pusat pelayanan jasa perdagangan, terhadap beberapa kabupaten. Seperti Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Tana Toraja, dan Kabupaten Wajo. Palopo juga didukung  dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai.

Dalam dialog yang bertajuk Refleksi 10 Tahun Kota Palopo, Minggu 1 Juli malam kemarin di Warkop Aleta, banyak memberikan pemahaman terhadap cerita yang dialami para pejuang yang turun langsung ke lapangan. Diantaranya, tokoh masyarakat sekaligus aktifis LSM Kota Palopo, Baharman Supri MM, yang menjadi penggagas, sekaligus pembicara dalam dialog itu.

Baharman Supri dalam dialog itu membagi empat fase perjuangan. Pada fase pertama, bergerak pada wilayah ide. Dengan cara mebuat seminar, dalam rangka membangun keyakinan dan harapan, serta menepis kecemasan masyrakat Palopo. "Kita menanamkan dulu keyakinan dan kepercayaan diri untuk menjadikan Kota Palopo yang otonom melalui pertemuan-pertemuan yang insentif," ungkapnya.

Fase kedua, pergerakan meningkat dalam bentuk mobilisasi massa. Selain itu, kita melakukan dialog terhadap DPRD, dan Pemerintah Kabupaten Luwu saat itu. "Pada fase itu, segenap aktifis berjuang dengan tenaga dan fikiran untuk meyakinkan pengambil kebijakan," kata Baharmin.

Memasuki fase ketiga, bergerak dalam melengkapi rekomendasi, syarat-syarat administrasi dalam bentuk pembuatan buku yang memuat potensi Kotip Palopo menjadi kota otonom.

Pada fase ke empat, para pejuang memulai mempersiapkan pemimpin yang dianggap mampu mengawal Kota Palopo. Selain itu, kita mengawal kebijakan-kebijakan yang memungkinkan tidak pro perjuangan. "Kelompok ini sebagian besar tergolong baru, yang hanya melanjutkan cita-cita pendahulunya. Terutama melakukan otokritik terhadap kekuasaan. Sebab pejuan sebelumnya sudah kelelahan, setelah bertahun-tahun berjuang," ungkap Baharmin.

Dikatannya pula, kalau sebagian yang berhasil merebut kekuasaan adalah orang-orang yang mengabaikan cita-cita para pejuang. "Setelah perjuangan berhasil, baru mereka berdalih kalau mereka juga adalah pejuang di masa lalu. Padahal mereka adalah orang-orang yang menolak perubahan," kata Baharmin.

Menurut Baharmin, dialog semacam ini sangat baik kita lakukan setiap tahunnya sebagai wadah silaturrahim, dan untuk saling memberi masukan di antara kita semua. "Dialog ini sangat bagus kita jadikan kegiatan tahunan. Untuk dijadikan wadah silaturrahim dengan pemerintah, swasta, dan masyarakat banyak. Itu bertujuan untuk menjadikan Kota Palopo sebagai kebanggaan masa depan," ungkapnya.

Sementara, Amang Usman, dalam dialog itu, lebih banyak bercerita mengenai dinamika perjalanan panjang para pejuang, dengan fasilitas dan materi seadanya.(*)

Harian Palopo Pos edisi 3 Juli 2012
read more...

Monday, July 02, 2012

Instalasi PDAM tak Kunjung Difungsikan


Laporan : Abd Rauf - Wahyudi Yunus

Menelusuri instalasi PDAM Kota Palopo yang berlokasi di Bambalu, yang terdapat di lokasi permandian alam, Kelurahan Battang Barat sampai sekarang tak kunjung juga difungsikan. Ada apa? Pertanyaan itu sampai saat ini tak juga terjawab. Pada hal pembangunan infrastrukturnya sudah lama selesai.

Lokasinya sekitar 20 kilometer dari Kota Palopo, dengan menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit. Di sepanjang jalan, nampak jejeran pipa yang telah tersusun rapi. Pipa besi itu dimaksudkan untuk mengalirkan air bersih ke dalam kota, untuk dinikmati bersama. Dari proyek PDAM itulah yang diharapkan menjadi semacam pahlawan pemberi air kehidupan di tengah susahnya mendapatkan air bersih di kota ini.

Di ujung pipa berdiameter besar itu, terdapat bak penampungan dan penyaringan untuk mendapatkan air bersih. Di sebelah kanan sungai, terdapat bangunan yang di depannya bertuliskan PLTMH Bambalu, Dinas Pertambangan dan Energi, Pemerintah Kota Palopo.

Proyek triliunan yang berlokasi di Kecamatan Wara Barat ini nampak dari luar baik-baik saja. Hanya tidak terurus, sehingga terlihat sedikit rusak. Bak penampungan dan penyaringan air nampak dari luar tak ada masalah. Entah bangunan atau alatnya yang bermasalah. Hanya saja terlihat pagar yang sudah terhambur. Pipa yang sebagian sudah berkarat. Dan bendungan yang makin lama makin terkikis derasnya air Bambalu. Jika tidak terurus dan terfungsikan, tinggal menunggu robohnya.

Jika dilihat dari segi kualitas air di sungai itu, orang yang mungkin jarang menikmati bersih dan segarnya air pegunungan, akan mengamuk untuk segera difungsikan PLTMH itu. Karena dengan difungsikannya proyek itu, maka otomatis, air dari sana dapat dinikmati orang banyak.

Apalagi air PAM sekarang di kota ini, belum begitu bersih, jika di bandingkan dengan air sungai Bambalu. Sehingga masyarakat Palopo patutlah mempertanyakan proyek PLTMH tersebut. Kenapa sampai sekarang belum juga difungsikan? Apa ada unsur korupsi di dalam pembangunannya? Karena jika tidak ada kesalahan dan penyimpangan dalam pembangunannya, tidak mungkinlah sampai sekarang belum juga berfungsi. Kalau pihak pemerintah berkilah, tidak ada masalah besar, hanya persoalan teknis. Lalu mengapa? Kita hanya bisa berharap segera berfungsi. Persoalan penyimpangan, itu urusan hukum. (*)

read more...